Sultan Agung Adi
Prabu Hanyokrokusumo lahir di Yogyakarta tepatnya di Kutagede pada tahun 1591
(ada yang mengatakan 1593). Nama aslinya yaitu Raden Mas Jatmika, dan
lebih dikenal dengan Raden Mas Rangsang. Beliau merupakan putra dari
Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayah Sultan Agung merupakan
raja kedua Mataram, sedangkan ibunya putri Pangeran Benawa raja Pajang.
Beliau memiliki
dua orang permaisuri. Ratu Kulon (putri sultan Cirebon) yang melahirkan Raden
Mas Syahwawrat / Pangeran Alit. Sedangkan Ratu Wetan (putri adipati batang)
yang melahirkan Raden Mas Sayidin (Amangkurat I). Sultan Agung merupakan raja
terbesar Kerajaan Mataram Islam yang terkenal karena kegigihannya melawan
pendudukan VOC di Pulau Jawa.
Sultan Agung diangkat menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya Raden Mas Jolang pada tahun 1613. Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar “Panembahan Hanyakrakusuma”. Setelah menaklukan Madura pada tahun 1624, gelarnya ia ganti menjadi “Susuhunan Agung Hanyakrakusuma”. Dan pada tahun 1641, Sultan Agung mendapatkan gelar “Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram” dari pemimpin Ka’bah di Mekah.
Sultan Agung diangkat menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya Raden Mas Jolang pada tahun 1613. Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar “Panembahan Hanyakrakusuma”. Setelah menaklukan Madura pada tahun 1624, gelarnya ia ganti menjadi “Susuhunan Agung Hanyakrakusuma”. Dan pada tahun 1641, Sultan Agung mendapatkan gelar “Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram” dari pemimpin Ka’bah di Mekah.
Di bawah
pemerintahannya, Mataram mencapai puncak kejayaan dan kemakmuran. Struktur
perekonomian rakyat lebih dititikberatkan pada sektor pertanian. Pada masa
pemerintahannya, VOC telah melakukan monopoli perdagangan hasil bumi di Pulau
Jawa. Beliau melakukan penyerangan sebanyak dua kali ke markas VOC di Batavia
(sekarang Jakarta)
Pada tahun 1628, penyerangan pertama dipimpin tumenggung Bahurekso dan beberapa panglima perang lainnya. Penyerangan ini gagal karena jarak antara Mataram-Batavia yang jauh, serangan wabah penyakit, kekurangan logistik dan pasokan air.
Pada tahun 1629, Sultan Agung kembali memerintahkan pasukan Mataram menyerang Batavia. Penyerangan dipimpin Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Untuk mempersiapan logistik, Kerajaan Mataram membangun lumbung-lumbung padi di sepanjang rute perjalanan ke Batavia. Namun rencana penyerangan ini bocor karena pengkhianatan sehingga lumbung-lumbung padi tersebut di bakar pihak Belanda.
Penyerangan kedua juga mengalami kegagalan karena serangan endemi kolera sehingga memperlemah kondisi prajurit Mataram. Namun, pasukan Mataram sempat menguasai dan menghancurkan benteng Benteng Holandia. Gubernur Jan Pieterzoon Coen juga tewas karena serangan wabah penyakit kolera.
Dari kedua penyerangan tersebut, Sultan Agung tetap berupaya menyerang ketiga kalinya. Beliau mengirimkan orang-orang Mataram untuk membuka persawahan di daerah Purwakarta, dan Sumedang. Namun rencana penyerangan yang ketiga gagal karena beliau wafat tahun 1645. Penggantinya Sultan Amangkurat I (1645-1677) bersikap lemah bahkan mau bekerjasama dengan Belanda. Untuk menghormati jasa-jasa Sultan Agung, pemerintah RI memberikan gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No 106/TK/1975.
Pada tahun 1628, penyerangan pertama dipimpin tumenggung Bahurekso dan beberapa panglima perang lainnya. Penyerangan ini gagal karena jarak antara Mataram-Batavia yang jauh, serangan wabah penyakit, kekurangan logistik dan pasokan air.
Pada tahun 1629, Sultan Agung kembali memerintahkan pasukan Mataram menyerang Batavia. Penyerangan dipimpin Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Untuk mempersiapan logistik, Kerajaan Mataram membangun lumbung-lumbung padi di sepanjang rute perjalanan ke Batavia. Namun rencana penyerangan ini bocor karena pengkhianatan sehingga lumbung-lumbung padi tersebut di bakar pihak Belanda.
Penyerangan kedua juga mengalami kegagalan karena serangan endemi kolera sehingga memperlemah kondisi prajurit Mataram. Namun, pasukan Mataram sempat menguasai dan menghancurkan benteng Benteng Holandia. Gubernur Jan Pieterzoon Coen juga tewas karena serangan wabah penyakit kolera.
Dari kedua penyerangan tersebut, Sultan Agung tetap berupaya menyerang ketiga kalinya. Beliau mengirimkan orang-orang Mataram untuk membuka persawahan di daerah Purwakarta, dan Sumedang. Namun rencana penyerangan yang ketiga gagal karena beliau wafat tahun 1645. Penggantinya Sultan Amangkurat I (1645-1677) bersikap lemah bahkan mau bekerjasama dengan Belanda. Untuk menghormati jasa-jasa Sultan Agung, pemerintah RI memberikan gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No 106/TK/1975.
Ketika Sultan
Agung merasa ajalnya telah dekat, ia membangun Astana Imogiri sebagai pusat
pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram. Beliau wafat di Yogyakarta
tahun 1645 dan dimakamkan di pemakaman raja Mataram di Imogiri Jawa Tengah.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar